Mastering Your Gear (Sebuah pengalaman fotografer senior)





Selalu ada pertanyaan yang sama dari seorang yang baru saja berkecimpung di dunia fotografi kepada orang yang (dianggapnya) lebih berpengalaman. Pertanyaannya selalu berkaitan dengan alat apa saja yang diperlukan untuk dibeli. Pertanyaan seperti ini tidak pernah salah, karena untuk seseorang yang belum berpengalaman tentu saja harus berpikir baik-baik sebelum membeli sesuatu yang harganya belum tentu murah. Dalam dunia fotografi yang terbagi menjadi beberapa genre, kebutuhan alat sangatlah beragam. Karena saya adalah fotografer yang memotret acara pernikahan ( Wedding Photographer ), maka topik kali ini akan dipersempit pada genre Wedding Photography saja.
Memang tidak jarang seseorang bertanya sesuatu yang berkaitan dengan gear atau alat. Apa yang harus dibeli, merk apa yang harus punya, lensa apa saja yang harus dipunyai, kita harus punya berapa flash dan lain sebagainya. Salahkah? jelas tidak. Itu adalah beberapa pertanyaan standart yang hampir pasti ditanyakan oleh seorang yang baru saja berkecimpung di dunia wedding photography.
Beberapa waktu yang lalu, hp saya berbunyi dan ternyata seorang teman menelpon dari luar kota. Ketika kita mulai berbasa-basi, ternyata dia telp buat nanya soal alat motret. Dia bingung apa yang harus dibeli mulai dari kamera sampe lensa. Belum lagi dia mau ganti flash segala macem. Terus terang, saya lebih seneng ngobrol mata-ketemu mata dibanding ngobrol via telp. Gimana ya…orang yg ngobrol langsung itu uda ngeluangin waktu buat ketemu, berarti dia niat nanya, hahaha…berlanjutlah obrolan kami dengan kopi darat dirumah saya yg berlangung alot dari jam 16.00 sampe jam 02.00 ( sampe rombongan jaga malam kampung uda pada pulang…hahaha)
Inti dari obrolan itu adalah teman saya ini pengen beli beberapa alat fotografi. Mulai dari kamera, lensa, flash dan beberapa alat yang lain. Tapi semenjak awal ngobrol, saya uda bisa ngira kalo temen saya ini masih labil dalam menggunakan alat. Contoh kasus, dia punya lensa 85mm. Galau karena kamera nya APSC, motret pake 85mm jarak dari obyek kudu naik angkot 2x (saking jauhnya), trus mau ganti lensa 50mm atau yang lebih wide. Menurut saya, lensa 50mm dan 85mm itu ga jauh bedanya. Memang lebih wide, tapi karakter 50mm dan 85mm hampir sama. Pertanyaan saya ke dia : ngapain kamu ganti lensa dari 85mm ke 50mm kalo jarak motret mu ke obyek cuma maju 2 langkah ? Mulai mikir de dia….
Obrolan berlanjut ke masalah trigger system dan flash. Sekarang ini dia punya trigger “kacangan” yang masih manual dan flash yg (kata dia) “kacangan” juga. Trus dia pengen ganti salah satu merk yang lagi booming dipasaran, dimana trigger system nya uda support digital control ( itu yang bisa diatur power dari jauh, apalah namanya ). Secara materi, saya percaya teman saya ini sanggup untuk membeli semua itu diatas, tapi kok rasanya ada yang kurang dan mengganjal. Sebagai informasi aja, sampe hari ini saya masih pake trigger system merk PIXEL SOLDIER yang kalo power nya kegedean kudu nyamperin flash buat diturunin. Dan sampe detik ini saya masih nyaman dengan itu smua. Persetan dengan semua yang digital!, hahahaha….lanjut saya bilang gini ke temen saya :
“….mas…lebih baik kamu belajar semuanya ( alat fotografi diatas ) mulai dari yang manual. Ngerasain gimana susahnya stel power kegedean, kurang geser kanan, zoom nya kekecilan dll dll. Setelah kamu mulai lihai (dengan manual), teknologi digital akan membuat pekerjaanmu lebih mudah. Inget mas bro, digital itu memang membuat mudah, tapi bagaimana pun, fotografi itu berasal dari ide di otak lalu dikerjakan oleh semua indera kita mulai dari mata, telinga, tangan, jari dan lain sebagainya. JANGAN SAMPAI, JUSTRU KARENA DIGITAL MEMBUAT SEMUANYA TERBALIK. BUKAN OTAK KITA YANG DIPERMUDAH DIGITAL, TAPI MALAH KARENA DIPERMUDAH DIGITAL, OTAK KITA JADI GA KEPAKE. Semuanya dipasrahin ke alat, alat dan alat….”
Temen saya ngangguk-ngangguk, ga ngerti de dia paham yang saya maksud apa enggak.
 
 
Artinya teman-teman. Apapun alat yang kalian punya dan pakai sekarang, akan lebih bijak jika kalian memakai alat ini sampai kalian bosen dan hapal dengan karakteristik nya. Contoh : seorang fotografer yang sudah lihai memakai lensa 85mm, secara tidak sadar dia sudah tau berapa jarak dari obyek yang diperlukan. Jadi ga perlu buru-buru pindah tempat gara-gara frame nya terlalu ketat atau terlalu jauh. Memang saya akui, godaan didunia fotografi ini memang aduhai. Temen beli apa, bagus, eh kebetulan murah, jadi pengen beli. Trus minggu depannya uda beli tapi ga ngerti gimana cara make nya. Selain itu, akan lebih bijak memakai uang yang kalian punya, sebelum memutuskan untuk membeli/menambah alat fotografi. Kalo masih bisa make flash Manual ( non TTL ), dan berfungsi normal, kenapa harus ber-investasi beli flash baru yang lebih canggih? Kalo manual aja belum paham, bisa jadi barang yang barusan dibeli malah ga bisa make nya. Sayang kan jatoh nya?
Kengototan seseorang menggunakan keterbatasan alat ini akan membuahkan sesuatu yang unik, mempunyai karakterisktik yang unik dan mempunyai daya originalitas yang tinggi. Kenapa?, makin bosen kalian memakai sebuah alat, anda akan semakin paham akan karakteritik alat yang kalian pakai. Semakin anda paham dengan alat yang anda pakai, secara tidak langsung anda akan membuat sebuah karya orisinil yang diciptakan oleh anda sendiri. Karya orisinil inilah yang nanti nya akan disebut sebagai STYLE FOTO.
Sebuah style foto lahir bukan secara tiba-tiba meskipun style itu berasal dari sebuah referensi orang lain. Tapi paling tidak kita membuat style menggunaan alat sendiri yang pada nantinya akan menjadi ciri khas foto yang anda buat. Karakter foto pada setiap wedding fotografer menurut saya penting, karena dari situlah semuanya akan bermula. Ketika anda tidak mempunyai egoisme sebagai fotografer, bisa jadi anda tidak akan mendapatkan tempat didalam kompetisi yang ketat ini. Bagaimana pun, style foto atau karakter seorang fotografer menunjukkan dimana dia berada dan bagaimana dia bekerja.
Lalu bagaimana karakter foto ini bisa didapat?, salah satu nya adalah dengan memahami alat yang kalian punya, apapun itu. Kalo kalian baru punya lensa kit 18-55mm, maksimalkan! Bukan alasan tidak bisa membuat foto hanya karena lensa yang tidak keren. Percaya saya, salah satu alasan kenapa kita terjebak dalam ke-monoton-an kreatifitas, karena kita terlalu memaksa untuk menjadi orang lain. Padahal kalian mempunyai potensi sendiri-sendiri untuk membuat sebuah style atau karakter foto. Perbanyak melihat hasil karya orang lain yang menurut kalian “GUE BANGET!”, tapi jangan memaksa untuk menjadi orang itu. Jadilah diri sendiri, memaksimalkan alat yang sudah ada, temukan cirikhas kalian, dan LIAR lah dalam berkarya.

Regards,
© Gepy and Puy

0 komentar:

Posting Komentar